JA.com, Pasaman Barat (Sumatera Barat) -Pasca jebol tanggul limbah PT. Bintara Tani Nusantara (BTN), Jumat (18/4) lalu. Tuntutan warga berupa kompensasi ganti rugi belum ada realisasinya, masih berkilah.

Akibat jebol tanggul, limbah pabrik yang beracun itu mengalir ke Sungai Batang Pigogah hingga ke laut Air Bangis. Sekitar 600 nelayan pinggir pantai (nelayan pukek) kehilangan mata pencaharian. Biasa bisa mendapat pendapatan sekitar Rp 150 ribu perhari, sekarang paling banyak Rp 20 ribu, bahkan pulang dengan tangan kosong.

"Biasanya setiap melaut kami mendapat penghasilan rata-raya Rp 150 ribu perhari. Sekarang paling-paling Rp 20 ribu bahkan pulang dengan tangan hampa," kata salah seorang nelayan, Abdi biasa dipanggil Ombing.

Untuk itu, pihaknya menuntut tanggung jawab pihak perusahaan. Sebab, akibat kelalain perusahaan 600 keluarga di Air Bangis terancam. Bentuk pertanggung jawaban itu berupa kompensasi setidaknya untuk 1 bulan kedepan.

"Kita sudah datangi perusahaan dan memberikan data kepada perusahaan serta bentuk kompensasinya 600 orang x Rp 150 ribu x 30 hari. Kita juga berharap perhatian pemerintah daerah," tukasnya.

Sampai saat ini, katanya pihak perusahaan masih bungkam. Malah seoah-olah perusahaan mengarahkan ke jalur hukum. Perusahaan selalu beralasan menunggu hasil labor Dinas Lingkungan Hidup.

"Sementara kami khawatir ada kongkalingkong disini. Kami tidak percaya dengan dinas itu," tegas nelayan itu.

Selain 600 nelayan tersebut, imbas limbah yang jebol itu juga berdampak pada Sungai Batang Pigogah. Seluruh ikan dan makhluk lain yang berada disungai mati.

Sekitar 2000 meter sungai itu merupakan ikan larangan, semua ikannya mati. Selainnya, merupakan lokasi mata pencaharian sebagian nelayan, warga Air Bangis mencari ikan.

"Kami sudah tidak bisa mencari rezeki lagi di sungai itu. Padahal selama ini, darisana kami menghidupi keluarga," kata salah seorang nelayan lainnya yang terkena dampak limbah.

Katanya, pasca kejadian itu warga dan kelompok sudah melayangkan tuntutan ke pihak perusahaan. Dengan kompensasi ganti rugi, akan tetapi kompensasi yang dijanjikan perusahaan PT BTN itu tak kunjung direalisasikan.

"Kita sangat berharap dengan kompensasi itu. Sebab, sekarang sudah tidak ada mata pencaharian kita lagi. Ikan di sungai itu sudah mati semua. Kita bukan nelayan laut, tapi mencari ikan dengan pancing, jala dan lukah di sungai," ujarnya.

Terpisah ketua ikan larangan, Suarto kepada media mengatakan, limbah yang jebol itu hanyut ke Sungai Batang Pigogah sekitar pukul 16.00 WIB Jumat lalu. Alirannya sampai ke perairan laut Air Bangis. Satu hari kemudian, Sabtu sampai Senin ikan baung, nila dan juga udang serta jenis biota laut lainnya.

"Hari Sabtu itu warna air laut merah dan berangsur menjadi hitam pekat . Baunya Allahhurabbi sangat menyengat, nelayan menjerit dan sekarang kalau melaut tak dapat ikan," katanya.

Untuk itu pihaknya bersama nelayan sudah melakukan pertemuan dengan pihak PT BTN. Pihak perusahaan ada memiliki itikad baik.

"Kita sudah beberapa kali rapat dengan pihak perusahaan. Itikadnya ada, tapi realisasi belum," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya berharap, agar pihak PT BTN segera memenuhi kompensasi itu. Sebab, dana kompensasi itu benar-benar dengan kajian riil dilapangan. Nelayan tidak mendapat rezeki lagi. Kemudian juga ikan larangan yang mati, proses sanitasi dan perawatan kembali terhadap sungai pasca dikotori limbah.

"Sampai sekarang kondisi sungai belum normal, butuh waktu untuk menetralisir air sungai kembali," tukasnya.

Terpisah, Ketua DPRD Pasaman Barat, Farizal Hafni membenarkan sudah menerima lapora peristiwa jebol limbah PT BTN itu. Ia meminta perusahaan untuk bertanggung jawab atas kejadian itu, dengan segera merelesiasikan tuntutan warga.

"Pihak perusahaan agar tidak main-main. Kejadian ini peristiwa dan terbukti. Apalagi dimasa COVID-19 ini, semua terkena dampak. Apalagi mereka nelayan dan tidak bisa mencari ikan lagi," tegas Parizal Hafni.

Mill Manager PT BTN, Harli yang dihubungi media ini mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan semuanya kepada Dinas Lingkungam Hidup, Kabupaten Pasaman Barat. Nanti, dinas tersebut akan mengeluarkan hasil labor, membuat kajian dan keputusan. Dan apapun keputusan Dinas Lingkungan Hidup, akan diikuti perusahaan. "Apakah kami nanti akan ganti rugi atau bayar kompensasi, semuanya sudah kami serahkan terhadal keputusan Dinas Lingkungan Hidup nantinya," katanya.


 * Sofyan H/Dika*
 
Top