JA.com, Padang (Sumatera Barat)--Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih memiliki pekerjaan untuk mengentaskan tiga kabupaten dari status tertinggal. tiga kabupaten yang berstatus tertinggal adalah Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, dan Solok Selatan. Sejumlah jurus disiapkan demi melepaskan titel ‘tertinggal’, terutama program pembangunan infrastruktur jalan dan komunikasi.

Tiga kabupaten yang termasuk dalam daerah tertinggal penyebab utama ketertinggalannya adalah karakteristik daerah dan kemampuan keuangan daerah.

Untuk Program dan kegiatan percepatan pembangunan di Kabupaten Pasaman Barat berupa pengembangan potensi ekonomi lokal serta informasi dan telekomunikasi (infotel), untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai berupa pengembangan potensi ekonomi lokal, aksesibilitas, dan infotel, sedangkan Kabupaten Solok Selatan berupa pengembangan potensi ekonomi lokal, pembangunan dan revitalisasi pasar, sumber daya air, serta infotel.

Pemprov Sumbar memasang target, dua dari tiga daerah tersebut lepas dari status tertinggal pada tahun 2019 ini. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menjelaskan, pihaknya sedang menyeriusi rencana pembangunan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Menurutnya, salah satu kunci ekonomi sebuah wilayah bisa tumbuh adalah ketersediaan akses jalan yang memadai. Dari ketiga kabupaten yang berstatus tertinggal, Kepulauan Mentawai yang dianggap masih memiliki infrastruktur jalan yang belum memadai. Solusinya adalah pembangunan jalur Trans-Mentawai yang dikerjakan secara tahun jamak hingga 2021 nanti.


“Membangun dari pinggir ini penting. Di sini misalnya (Koto Rajo), 4 km lagi sudah Provinsi Sumatra Utara. Namun jalannya sudah kami bangun bagus. Ini contoh membangun daerah tepi. Nah, hal yang sama akan diterapkan di daerah 3T lainnya.

Mengentaskan sebuah daerah dari status tertinggal memang tak mudah dan murah. Pemprov Sumbar membutuhkan anggaran Rp 2,1 triliun untuk membawa Mentawai lepas dari status tertinggal. Tingginya alokasi anggaran untuk membangun Mentawai karena saat ini baru 30 persen wilayah di pulau-pulau utama yang terkoneksi infrastruktur jalan.

Sebagai informasi, Kepulauan Mentawai bertengger di peringkat 76 dari 122 kabupaten di Indonesia yang berstatus tertinggal. Sementara, Solok Selatan dan Pasaman Barat bernasib lebih baik, dengan peringkat masing-masing yakni ke-35 dan ke-33. Catatan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, masih ada 37 km panjang ruas jalan dari Padang Aro menuju Pulau Punjung yang masih rusak. Tak hanya itu, di ruas jalan provinsi itu, masih ada 4 jembatan kayu. Kondisi jalan yang belum sepenuhnya baik ini yang diyakini menghambat arus distribusi dari Solok Selatan menuju Dharmasraya yang dilalui lintas Sumatra.

Sementara itu, Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet menambahkan, kemiskinan di daerah yang ia pimpin disebabkan oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur, terutama jalan. Hal ini tercermin dari angka inflasi yang tinggi di Sumatra Barat, yang di atas 4 persen. Tingginya tingkat inflasi salah satunya disebabkan distribusi komoditas yang tersendat oleh sulitnya akses jalan.

Yudas memandang bahwa sudah saatnya Pemprov Sumbar sejalan dengannya dalam menaruh fokus pembangunan di Mentawai. Dibanding sektor lainnya, Yudas menilai bahwa pembangunan jalan menjadi yang paling penting saat ini. “Kalau akses jalan bagus, ekonomi tumbuh, sumber daya di desa akan keluar. Kalau boleh saya katakan, yang lain jangan lah dulu, Fokus ke ini aja dulu, ke jalan,” jelas Yudas.

Salah satu solusi yang sedang dikebut adalah pembangunan Trans-Mentawai, sebuah jalur yang menghubungkan desa-desa di pulau. Catatan terakhir tahun 2017, baru 95,23 km jalan Trans-Mentawai yang terbangun di Pulau Siberut dari targetnya 187,2 km. Sementara di Pulau Pagai Selatan, baru terbangun 5 km jalan Trans-Mentawai dari targetnya 66 km. Sementara kondisi di Pulau Sipora dan Pagai Utara masih lebih mending dengan progres pembangunan di atas 50 persen.

Ketiga kabupaten tertinggal di Sumatra Barat butuh percepatan pembangunan infrastruktur jalan. Pemprov Sumbar, menurut Wakil Gubernur Nasrul Abit, terus melanjutkan komitmennya untuk menggenjot pembangunan yang ada. Di samping tentunya program-program pendukung untuk pendidikan, kesehatan, dan perumahan juga dilakukan.

Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Sumatera Barat Krido Saptono mengatakan PadangTIME.com ,  penyebab naiknya angka kemiskinan di kota karena tidak meratanya bantuan sosial yang didapatkan masyarakat miskin, pada kebutuhan hidup seperti pembayaran listrik lainnya cukup tinggi.

Sementara di desa, kata dia, terjadi penurunan angka penduduk miskin, karena penyebaran sejumlah bantuan sosial ke masyarakat miskin dinilai cukup merata.

“Bantuan sosial yang tersebar itu cukup banyak, seperti Rastra dari Bulog, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan sejumlah bantuan sosial lainnya yang dijalankan oleh pemerintah daerah juga seperti bedah rumah.

Krido Saptono menjelaskan kondisi kemiskinan di Sumatera Barat yang diperoleh BPS itu setelah melakukan sampel terhadap 2.550 rumah tangga di Sumatera Barat. Rumah tangga yang dijadikan sampel tidak membedakan, pendatang atau bahkan penduduk asli. Semuanya dirangkum dan dijadikan sampel penghitungan kondisi penduduk miskin di Sumatera Barat.
 
Top