JA.com, Pasaman Barat (Sumatera Barat) - Sidang perdata tanah ulayat atas tanah adat Lujur Datuk Basa sebagai penggugat ninik mamak Kampuang Durian Kunik melawan tergugat PT Gersindo Minang Plantation (PT GMP) berjalan lancar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Pasaman Barat (Pasbar) Kamis (18/6) lalu. Sidang menghadirkan saksi dari tergugat PT GMP ini dipimpin langsung hakim tunggal Aries Sholeh Efendi dan panitera Warman Priatno.

Persidangan yang dibuka Hakim Tunggal Aries Sholeh Efendi dimulai pukul 13.12 dan berakhir pukul 13.51. Kali ini saksi tergugat menghadirkan Anwar D mantan Wali Nagari Lingkung Aur tahun 1976-1981 yang diambil sumpahnya sebelum sidang dilanjutkan.  Kemudian dari pihak penggugat terlihat hadir Lujur Dt Basa sebagai penggugat beserta penasehat hukum Joni Amalta dan Khairul Jafni. Sedangkan dari tergugat hadir penasehat hukum Asrizal beserta sejumlah managemen dari PT GMP.

Saksi Anwar D menyampaikan dirinya tidak mengetahui objek perkara Perdata No 34/pdt.G/2019/PN PSB tersebut, karena dirinya tidak ikut menyerahkan lahan yang saat ini sedang bersengketa. Posisinya hanya sebagai wali nagari, perpanjangan tangan pemerintahan. Kemudian, dirinya juga hanya bisa menyampaikan sejumlah batas Pemerintahan Nagari Lingkung Aur. Kalau persoalan objek perkara yang 400 hektar yang diklaim milik kaum Luzur Dt Basa tidak diketahuinya.

Dalam sidang ini sempat alot, karena masing-masing penasehat hukum bertanya kepada saksi terkait objek perkara. Saat itu terlihat juga saksi bingung, sehingga hakim pun menengahi perkara ini dengan bijak.

Setelah hampir satu jam sidang, akhirnya hakimpun menyampaikan agenda sidang berikutnya dan disepakati pada Kamis (25/6) nanti agenda sidang berikutnya dengan menghadirkan saksi dari tergugat.

“Agenda sidang berikutnya Kamis (25/6) mendatang dengan agenda menghadirkan saksi dari tergugat. Sidang ditutup,” kata Aries sambil menutup persidangan dengan mengetok palu tiga kali.

Sekedar diketahui, bahwa Tanah Ulayat Kaum Lujur Dt Basa, sebelumnya menguasai dan memiliki sebidang tanah ulayat kaum berupa tanah perladangan seluas 400 hektare yang terletak di Jorong Tanjung Pangkal, Nagari Lingkung Aur, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat. Lahan itu dengan batas Sebelah Utara Berbatas dengan tanah ulayat Nagari Lingkung Aur, Sebelah Selatan berbatas dengan tanah ulayat Nagari Sasak, Jorong Rantau Panjang.

Lalu, sebelah Barat berbatas dengan Jorong Rantau Panjang, Nagari Sasak dan Sebelah Timur berbatas dengan tanah ulayat Nagari Lingkung Aur. Tanah Ulayat Kaum Penggugat tersebut telah dikuasai oleh kaum penggugat secara turun temurun dan digunakan sebagai perladangan dan pertanian sampai dengan tahun 1997. Bahkan, kaum penggugat juga pernah memberikan izin garapan terhadap sebagian dari tanah ulayat kepada pihak lain dengan bukti surat tanggal 12 Juni 1980.

Artinya pemberian izin tersebut membuktikan bahwa pada waktu itu kaum penggugat telah menguasai dan memiliki tanah ulayat tersebut. Pemberian izin tersebut diketahui dan ditandatangani oleh Daulat Yang Dipertuan Parit Batu Pucuk Adat Pasaman. Bahkan menghindari persoalan pertanahan Daulat Yang Dipertuan Parit Batu Pucuk Adat Pasaman beserta Mamak Gadang Bandaharo membuat surat pernyataan 6 Desember 1990 yang diketahui oleh Kepala Desa Tanjung Pangkal dan Kepala Desa Rantau Panjang.

Kemudian Ketua Kerapatan Adat Nagari Lingkung Aur dan Ketua Kerapatan Adat Nagari Sasak. Secara adat penguasaan dan kepemilikan kaum penggugat tersebut telah dikasai oleh penguasa adat. Namun pada 1997, kaum penggugat tidak dapat lagi menguasai dan bertani/berladang, karena secara fisik sudah dikuasai secara sepihak oleh PT Bukit Taun (sekarang PT GMP) sebagai tergugat.

Dalam gugatan ini juga turut tergugat Bupati Pasbar, Badan Pertanahan Pasbar, Dinas Perkebunan Sumbar dan Dinas Kehutanan Sumbar.

Akibat permasalahan ini kaum penggugat ingin menuntut kerugian materil, karena telah kehilangan kesempatan untuk mengolah dan menikmati tanah ulayat aquo selama 22 tahun lebih. Kalau disewakan saja Rp 1juta per hektar seluas 400 hektare itu, maka kerugiannya mencapai Rp8,8 miliar. Lalu kalau disimpan uangnya di bank bisa bertambah lagi Rp528 juta.

Kemudian kerugian immateril mencapai Rp 5 miliar. Karena akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat, telah menimbulkan keresahan bagi kaum penggugat, terkuras pikiran dan tenaga serta kehilangan konsentrasi menjalankan usaha.

“Masuknya gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Pasbar ini, tentu kami ingin agar pokok perkara yang kami gugat dikabulkan oleh hakim. Kami akan terus berupaya agar hak-hak dari tanah ulayat atas tanah adat Lujur Datuk Basa sebagai penggugat ninik mamak Kampuang Durian Kunik dikembalikan termasuk kerugiannya selama ini,” sebut Kuasa Hukum Penggugat, Joni Amalta dan Khairul Jafni.

* Sofyan Harahap *
 
Top