JA.com, Bali – Kementerian Perindustrian terus mendorong industri nasional untuk mendukung program ekonomi berkelanjutan. Hal itu sebagai bagian langkah strategis menerapkan peta jalan Making Indonesia 4.0.

“Salah satu dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0 adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan,” ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto ketika meninjau pabrik PT Coca-Cola Indonesia di Bali, Jumat (27/7/18).

Menurut Menperin, Indonesia tengah melihat konsep ekonomi keberlanjutan sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing sektor manufaktur. Upaya yang dilakukan, misalnya melalui pelestarian lingkunganserta peggunaan teknologi bersih, biokimia, dan energi terbarukan.

“Oleh karenanya, pemerintah akan berusaha memenuhi persyaratan keberlanjutan di masa mendatang, dengan membangun iklim usaha yang kondusif melalui pemberian insentif baik fiskal maupun non-fiskal untuk investasi yang ramah lingkungan,” paparnya.

Dalam hal ini, Kemenperin telah mengeluarkan kebijakan industri hijau sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2015 tentang Perindustrian. Program kerja yang mendukung konservasi lingkungan ini juga dituangkan di dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.

“Industri manufaktur berperan penting dan memberikan dampak luas dalam mewujudkan circular economy di Indonesia,” tegas Airlangga. Konsep circular economy juga dinilai berkontribusi besar dalam menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan yang menjadi tujuan ke-12 pada Sustainable Development Goals (SDGs).

Untuk itu, Kemenperin memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan acara “Coca Cola Amatil Indonesia Bali’s Big Eco Weekend 2018” yang merupakan bentuk dukungan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Contohnya, dengan mendirikan pusat pelatihan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Seminyak serta menjalankan program Kolaborasi Bali Beach Clean Up 2018-2019.

“Kami berharap, kegiatan tersebut menjadi pendorong bagi masyarakat Bali untuk menjaga lingkungan, menjadi percontohan masyarakat daerah lain dan mendorong sektor pariwisata yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tuturnya.

Bahkan, Menperin menceritakan, tim wushu Indonesia yang bertanding pada ajang Kejuaran Dunia Wushu Junior ke-7 di Brasil, beberapa waktu lalu menggunakan seragam Merah Putih yang dibuat dari produk bekas botol plastik (pet recycled bottle).

“Jadi, tim wushu kita ikut berkampanye untuk ekonomi berkelanjutan dan mendorong daur ulang untuk sampah plastik. Seragam ini disiapkan oleh PT Indorama,” ungkap Airlangga yang juga menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Wushu Indonesia.

Presiden Direktur PT Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz mengakusangat senang atas komitmen pemerintah saat ini yang semakin memacu pengembangan industri manufaktur seperti sektor makanan dan minuman. “Atas nama Coca-Cola Amatil Group dan Coca-Cola Amatil Indonesia, saya ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pemerintah khususnya Kemenperin,” ujarnya.

Gunduz mengatakan, PT Coca-Cola Amatil Indonesia bertekad untuk terus berinisiatif menjalankan program ekonomi berkelanjutan. Upaya ini butuh dukungan dari pemerintah dan stakeholder lainnya. “Pabrik kami di Bali ini juara bertahan pabrik terbaik di Coca-Cola Amatil Indonesia, dan juga pernah mendapat gelar pabrik Coca-Cola terbaik di ASEAN,” ungkapnya.

Industri minuman tumbuh
Pada kesempatan yang sama, Menperin menyampaikan, industri minuman di dalam negeri mampu tumbuh 8,41 persen pada semester I tahun 2018. Kinerja positif ini tentu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

”Industri makanan dan minuman menjadi salah satu prioritas kami dalam implementasi industri 4.0. Salah satunya yang sudah kelihatan seperti Coca-Cola Amatil Indonesia, efisiensinya sudah mendekati 98 persen,” kata Airlangga.

Menperin meyakini, industri makanan dan minuman nasional masih memiliki potensi pertumbuhan yang cukup baik karena didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar. ”Laju pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman pada triwulan I tahun 2018 mencapai 12,70 persen dan berkontribusi hingga 35,39 persen terhadap PDB industri non-migas,” ungkapnya.

Sementara itu, Kemenperin memproyeksi, produk minuman ringan akan terus tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan produk minuman yang praktis dibawa, aman atau higienis, harganya terjangkau, dan memiliki nilai tambah. Industri minuman ringan meliputi produsen air minuman dalam kemasan, minuman berkarbonasi, minuman teh siap saji, minuman jus dan sari buah, minuman kopi dan susu, serta minuman isotonic (sport dan energy).

Kemenperin mencatat, hingga tahun 2016, jumlah industri minuman ringan mencapai 335 unit usaha dengan kapasitas produksi sebesar 4,7 juta ton per tahun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 48 ribu orang. Sedangkan, nilai ekspornya berada di angka USD83 juta dan nilai investasi tembus Rp12,2 triliun.

Industri makanan dan minuman di dalam negeri tidak hanya didominasi perusahaan besar, tetapi juga cukup banyak sektor industri kecil dan menengah (IKM). Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih yang turut mendampingi Menperin ketika meninjau pabrik PT Coca-Cola Indonesia di Bali, mengatakan, IKM makanan dan minuman mempunyai andil signifikan terhadap kemajuan ekonomi nasional.

“IKM makanan dan minuman berkontribusi sebesar 40 persen terhadap PDB sektor IKM secara keseluruhan, dan mampu menyerap tenga kerja hingga 42,5 persen dari total pekerja di sektor IKM,” ungkapnya.

Oleh karena itu, IKM makanan dan minuman menjadi salah satu sektor prioritas dalam penerapan program e-Smart IKM seiring implementasi industri 4.0 di Tanah Air. Hingga bulan Mei 2018, jumlah pelaku IKM yang telah mengikuti Workshop e-Smart IKM berjumlah 2430 IKM, dan lebih dari 30 persen peserta berasal dari pelaku IKM makanan dan minuman.

“Melalui program e-smart IKM, kami ajarkan mereka mengenai caranya jualan online,” jelas Gati. Dalam pelaksanaannya, Kemenperin telah menggandeng lima marketplace dalam negeri, yakni Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Blanja.com dan Blibli. “Marketplace itu diantaranya sudah unicorn,” imbuhnya.

Gati menambahkan, perlunya IKM nasional memasuki ekonomi digital atau industri 4.0, karena diyakini akan meningkatkan produktivitas dan kemampuan ekspor sehingga struktur perekonomian menjadi lebih baik. Sejalan upaya tersebut, salah satu langkah strategis yang telah dilakukan pemerintah saat ini, di antaranya adalah memberikan insentif dan kemudahan perizinan guna menggerakkan investasi.

“Untuk memasuki industry 4.0, kita bangun lebih dahulu ekosistemnya. Jadi ke depannya, buyer dan produsen akan langsung terkoneksi,” ujarnya.

Kawasan industri Bali Utara
Di samping itu, Kemenperin mendorong pengembangan kawasan industri baru di wilayah Bali Utara guna memacu pertumbuhan sektor manufaktur serta mengakselerasi pemerataan ekonomi. Kawasan industri Bali Utara juga akan menjadi penunjang sektor pariwisata yang selama ini telah menjadi andalan untuk mendongkrak pendapatan di Pulau Dewata tersebut.

“Kami akan kaji terus untuk pengembangan kawasan industri yang terintegrasi di sana. Sebab, kami fokus untuk menumbuhkan kawasan industri di luar Pulau Jawa sebagai upaya mewujudkan Indonesia sentris,” kata Menperin.

Menurutnya, beberapa sektor manufaktur yang berpeluang untuk dikembangkan di kawasan Bali Utara, di antaranya industri makanan dan minuman, aneka, garmen, perlengkapan perhotelan, hingga produk oleh-oleh. “Di kawasan industri di sana bisa menampung sektor yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pariwisata,” jelas Airlangga.

Sebelumnya, Plt Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menyampaikan, Bali Utara mempunyai potensi lahan yang luas dan tanahnya relatif datar serta dapat menyerap tenaga kerja. Misalnya di Kabupaten Singaraja yang memiliki Pelabuhan Celukan Bawang yang dapat difungsikan untuk melakukan ekspor barang. “Apalagi, rencananya juga mau dibangun bandara baru,” ujarnya.

Di samping itu, upah pekerja di Bali Utara masih kompetitif, tidak seperti di kota-kota industri di Jawa, sehingga akan semakin memperingan pengusaha dalam pemberian upah. “Selama ini Bali masih terkenal sebagai kawasan pariwisata. Padahal, provinsi ini juga layak untuk menjadi kawasan industri manufaktur,” ungkapnya. Jadi, upaya ini dapat pula mengurangi ketimpangan ekonomi dengan wilayah Bali Selatan yang telah didominasi usaha sektor pariwisata.

Apalagi, pemerintah saat ini, telah mengeluarkan sejumlah kemudahan dalam perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan layanan perizinan investasi tiga jam di kawasan industri. Selain itu, kemudahan layanan investasi langsung konstruksi dan penerapan “Online Single Submission” yang akan diberlakukan di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus.

Sementara itu Ketua Umum HKI Sanny Iskandar mengatakan, kawasan industri sangat bergantung ada tidaknya potensi industri suatu daerah. Pihaknya menunggu kesiapan pemerintah baik pusat dan daerah khususnya terkait infrastruktur di antaranya seperti akses jalan, air, dan listrik.

“Kami harapkan semangat daerah untuk mengembangkan industri. Ketika kawasan industri siap, kami akan dorong anggota bangun di kawasan Bali Utara,” katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan, selama enam tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Bali tergolong baik bahkan selalu di atas rata-rata nasional. Triwulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi di Bali mencapai 5,68 persen atau di atas ekonomi nasional. Untuk itu ia mendorong pelaku usaha menanamkan modalnya untuk berinvestasi khususnya di Bali Utara.
 
Top