JA.com, JAKARTA – John Rumkorem, Sekjen LSM Kampak Papua Wilayah DKI Jakarta melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oknum pejabat di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Biak Numfor ke Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia, pada Kamis, 12/4/2018.

Aktivis anti korupsi yang merupakan Orang Asli Papua (OAP) ini merasa perlu mendatangi Kejagung karena menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Biak Numfor bersikap masa bodoh dan membiarkan perilaku koruptif yang tumbuh subur di RSUD Kabupaten Biak Numfor.

“Kami telah melakukan investigasi di lapangan terkait kekosongan obat-obatan di RSUD Biak, kami langsung menanyakan kepada pasien di Rumah Sakit, tetapi apa yang pasien sampaikan bahwa obat-obatan di Rumah Sakit habis sehingga mereka terpaksa membeli obat di apotik atau di dokter praktek,” urai John Rumkorem.

Dengan adanya laporan dari masyarakat, lanjut John, dirinya bersama team langsung langsung melakukan penelusuran keuangan RSUD Biak.

“Ternyata ada dugaan kuat yang menjadi dasar pelaporan kami kepada pihak Kejaksaan Negeri Biak. Salah satunya adalah temuan terkait penerbitan SK Direktur RSUD Biak Numfor, dr. Eddy. L Rumbarar, bernomor: 900/3225, tanggal 2 Mei 2017 tentang Penetapan Besaran Pembagian Sisa Jasa Diagnostik Ruang VIP di lingkungan RSUD Biak Numfor,” imbuh John yang merupakan putra kelahiran Biak.

Menurut John, Surat Keputusan tersebut dinilai cacat hukum karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 yaitu Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JNK) yang ingin melakukan kenaikan kelas perawatan ke kelas eksekutif di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes). “Jaminan tambahan sebesar 75% dari tarif INA-CBG yaitu tarif BPJS, sehingga dapat membantu pasien di RSUD namun faktanya, mantan Direktur RSUD Biak Numfor mengeluarkan SK-nya sehingga memberatkan pasien di RSUD Biak dan kami menduga penerbitan SK ini dilakukan untuk kepentingan dirinya, kelompok atau golongan,” ujar John dengan mimik geram.

Berdasarkan kebijakan Direktur RSUD Biak itu, manfaat dana sarana diperuntukkan untuk mantan Direktur RSUD Biak Numfor sebesar 25%, Kepala Bagian Tata Usaha sebanyak 25% dan 50%nya disetor ke Kas RSUD Biak Numfor.

“Saya pikir pembuatan dan penerbitan SK ini merugikan Keungan Negara dan memperhambat proses pelayanan kesehatan di RSUD Biak Numfor. Sehingga diduga ada kerugian negara senilai 200.000.000,00,” tegas John.

Kegeraman aktivis yang rajin mengamati dan mengkritisi kebijakan yang bernuasna KKN beberapa oknum pejabat di Biak ini terus bertambah. “Ini baru SK, belum lagi transfer uang ke rekening pribadi mantan Direktur RSUD Biak Numfor. Dan anehnya, ada penyewaan ATM Bank BRI di lingkungan RSUD Biak yang mana penyewaan tersebut mulai dari tanggal 1 April 2016 sampai dengan 31 Maret 2021. Uang hasil penyewaan tersebut seharusnya disetor ke rekening Kas Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor, namun bukti setoran dari hasil sewaan itu disetor ke rekening Direktur RSUD Biak Numfor senilai Rp. 129.600.000,00,” kata John.

Sebenarnya, kata John lagi, pihaknya sudah melaporkan bukti-bukti ini kepada pihak Kejaksaan Negeri Biak dan sudah diserahkan kepada pihak PIDSUS Kejaksaan Negeri Biak, Nomor laporannya 408/FPKB/J2/2018, tertanggal 19 Februari 2018. Namun sampai saat ini pihak Kejaksaan Negeri Biak masih tutup mata dan tidak peduli soal Korupsi di Biak. “Untuk itu kami datangi Jampidsus di Kejaksaan Agung RI dan menyampaikan laporan ini agar segera mantan Direktur RSUD Biak Numfor dr. Eddy. L Rumbarar dipanggil dan diperiksa terkait penenerbitan SK serta rekening pribadi, karena sampai saat ini pelayanan kesehatan di RSUD Biak Numfor menurun drastic, stok obat-obatan habis,” pungkas John Rumkorem. (YK/Red)
 
Top