JA.com, Jakarta-- Industri baja di Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh dengan rata-rata 6 persen per tahun sampai tahun 2025. Hal ini dipicu oleh tingginya permintaan bahan baku untuk sektor konstruksi yang tumbuh 8,5 persen, diikuti sektor otomotif yang juga tumbuh 9,5 persen.
Jadi industri baja nasional akan mengalami penguatan struktur manufaktur seiring dengan meningkatnya investasi yang  masuk untuk mendukung program hilirisasi. Langkah ini diyakini bakal mampu menjadi bagian dari rantai pasok global serta memberikan efek ganda bagi perekonomian Indonesia melalui peningkatan terhadap nilai tambah dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan negara dari ekspor.

“Untuk itu, kami menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada para pelaku industri yang ingin ekspansi dan investasi baru di Tanah Air. Apalagi pemerintah terus bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memberi kemudahan perizinan dan insentif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Menanggapi rencana investasi dari Tata Steel Ltd., Menperin menyampaikan, produsen baja asal India itu melaporkan minatnya menanamkan modal di Indonesia untuk masuk ke industri hilir kawat baja atau wire rod. “Mereka sedang survei lokasi dan cek regulasi,” ungkapnya.

Menurut Airlangga, dana yang bakal digelontorkan perusahaan tersebut sebesar 60 juta Singapura atau sekitar Rp 632 miliar. “Tata Steel adalah salah satu pemain besar di berbagai industri, baik otomotif, baja dan lain-lain. Mereka melihat potensi investasi di Indonesia,” tuturnya.

Beberapa lokasi kawasan industri di dalam negeri yang tengah dijajaki Tata Steel untuk berinvestasi, di antaranya di Banten dan Jawa Timur. “Mereka akan melakukan kajian dalam waktu satu bulan ini untuk mempelajari kemungkinan investasi,” kata Plt. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) I Gusti Putu Suryawirawan.

Sementara itu, Vice President of Corporate Services Tata Steel Ltd. Sunil Bhaskaran menjelaskan, pihaknya memang mempertimbangkan opsi investasi di Indonesia karena merupakan negara dengan ekonomi yang sedang tumbuh dan banyak pembangunan di sektor infrastruktur.

“Jadi, kami merasa Indonesia merupakan pasar potensial sangat besar di Asean dan kami ingin melihat bagaimana bisa memiliki representasi di sini,” ujarnya. Kedatangan Sunil beserta jajarannya ke Kantor Kementerian Perindustrian, kemarin, sebagai representasi Siam Industrial Wires, perusahaan baja yang berlokasi di Thailand sebagai bagian dari Tata Group.

“Kami punya perusahaan di Thailand bernama Siam Industrial Wires. di mana menjadi salah satu manufaktur terbesar sektor steel wires di Asean. Perusahaan ini memiliki teknologi dan produk dengan kualitas tinggi. “Kami punya teknologi yang baik, produk yang baik, dan kami adalah manufaktur global,” imbuhnya.

Berdasarkan situs resminya, Tata Group terdiri dari 29 perusahaan yang terdaftar secara publik, termasuk Tata Steel, Tata Motors, Tata Power, Tata Chemicals, dan lainnya dengan nilai saham sekitar USD103,51 triliun pada tahun 2016-2017. Sementara itu, Tata Steel memiliki fasilitas produksi di 26 negara dan kantor perwakilan di lebih dari 50 negara.(rel).
 
Top