JA.com, Jakarta--Dalam program One Belt One Road (OBOR), sepakat mengembangkan sejumlah proyek pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa antara Indonesia dengan China dan terus berupaya menguatkan kerja sama ekonomi yang komprehensif.

“Kami membahas perkembangan kerja sama Indonesia dan China khususnya di sektor industri, yang selama ini sudah berjalan. Selain itu juga terkait dengan proyek-proyek dari Belt and Road Initiative,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai bertemu dengan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Chian di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Menperin menyampaikan, kedua belah pihak bakal bersinergi dalam pembangunan kawasan industri di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara. Potensi investasi ini sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan kawasan industri di luar Pulau Jawa. “Kami mendorong percepatan pembangunannya karena membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

Di Sumatera Utara, investor China berpotensi menamamkan modalnya untuk pembangunan Kuala Tanjung Internasional Hub Port and Industrial Estate. Selain itu, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei.

Untuk wilayah Kalimantan Utara, proyek yang ditawarkan yakni pengembangan kawasan industri klaster smelteralumina dan alumunium. Ada pula kawasan industri dan pelabuhan internasional Tanah Kuning. Sedangkan, di Sulawesi Utara, terdapat pula peluang pembangunan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Bitung.

Kerja sama tersebut merupakan realisasi pertemuan bilateral antara Presiden RI Joko Widodo dengan Presiden China Xi Jinping terkait peningkatan kerja sama ekonomi Indonesia-Tiongkok pada Belt and Road Forum for International Cooperation di Beijing, Tiongkok, Mei 2017.

“Tindak lanjutnya, ini akan dibahas dalam kunjungan perdana menteri mereka ke Indonesia pada pertengahan Mei ini, dan kunjungan Presiden Joko Widodo ke China pada Juli mendatang,” tuturnya. Di samping itu, Menperin mengungkapkan, Pemerintah China mendukung implementasi Industri 4.0 yang sudah diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia.

Sebelumnya, Menperin mengungkapkan, di sela pelaksanaan China-Indonesia Cooperation Forum: Belt and Road Initiative and Global Maritime Fulcrum di Beijing, Tiongkok pada Juni 2017, telah dilakukan dua penandatangan MoU antarainvestor China dengan pelaku industri nasional.

Pertama, yakni kerja sama antara Tsingshan Group dan Delong Group dengan PT Indonesia Morowali Industrial Park tentang kerja sama pembangunan pabrik carbon steel di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun dan total nilai investasi sebesar USD980 juta.

Selain itu, penandatanganan MoU antara Tsingshan Group dengan Bintang Delapan Group dan PT Indonesia Morowali Industrial Park tentang kerja sama pembangunan pembangkit tenaga listrik di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 700MW dan total nilai investasi sebesar USD650 juta.

“Kami mengapresiasi kerja sama Business to Business (B to B) kedua negara, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pendalaman struktur serta peningkatan daya saing industri nasional. Bahkan mampu memacu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia,” papar Menperin.

Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) I Gusti Putu Suryawirawan menuturkan, guna mempercepat realisasi investasi pembangunan kawasan industri, rapat maraton yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman akan terus dilakukan.

Rapat tersebut bertujuan untuk mencari berbagai solusi mengenai kendala di lapangan seperti aturan tata ruang, keselamatan hingga pemenuhan aturan lingkungan.  "Kami ingin dalam tahun ini sudah ada yang bisa terealisasi dari program OBOR,” kata Putu.

Percepat pembangunan
Pada kesempatan berbeda, Menperin juga menyampaikan, pihaknya terus mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja, salah satunya di Batulicin, Kalimantan Selatan. Upaya ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor serta mewujudkan negara mandiri dari impor baja.

“Saat ini masih dalam tahap persiapan. Klaster baja Batulicin akan menambah pusat produksi baja selain di klaster Cilegon dan Morowali,” kata Airlangga. Ditargetkan, untuk tahap awal, klaster industri baja di Batulicin mampu menghasilkan sebanyak 3 juta ton baja per tahun dari total kapasitas produksi yang diharapkan bisa mencapai 6 juta ton baja per tahun.

Pembangunan klaster baja Batulicin tersebut rencananya dilakukan oleh investor asal China, Shenwu Technology Group Corp. Co, Ltd. Dengan menggandeng partner lokal, yaitu PT Gunung Garuda. Klaster baja ini akan berdiri di atas lahan seluas 955 hektare.

Pabrik baja terpadu tersebut diproyeksi akan menyerap tenaga kerja sebanyak 10.000 orang. Saat ini sudah ada industri baja yang beroperasi, yaitu PT Meratus Jaya Iron and Steel serta dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan feri.

Kemudian, dalam upaya penyiapan sumber daya manusia yang siap kerja di kawasan industri Batulicin, Kementerian Perindustrian telah menginisasi pembangunan Politeknik pada tahun ini, sehingga putra-putri daerah dapat berperan lebih aktif dalam membangun industri baja di kawasan tersebut.

Menurut Menperin, pihaknya siap memacu pertumbuhan ekonomi nasional dengan menggenjot sektor industri manufaktur. Salah satu yang menjadi andalan adalah industri baja. Industri ini dikategorikan sebagai sektor induk karena produknya merupakan bahan baku utama yang diperlukan bagi kegiatan manufaktur di sektor lainnya.

“Baja ini dibutuhkan sebagai komponen penting dalam sektor infrastruktur secara luas yang antara lain meliputi bangunan dan properti, jalan dan jembatan, telekomunikasi, serta ketenagalistrikan,” ujarnya. Hal ini sejalan dengan upaya Kemenperin mengoptimalkan produksi industri baja dalam negeri yang diarahkan pada pengembangan produk khusus bernilai tambah tinggi,

Oleh karena itu, selain mengakselerasi pembangunan klaster industri baja di Batulicin, Kementerian Perindustrian juga mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten dengan target produksi sebesar 10 juta ton baja pada tahun 2025, sedangkan klaster di Morowali, Sulawesi tengah akan memproduksi stainless steel sebesar 3,5 juta ton pada tahun 2020.(rel).
 
Top