JA.com, Bandung, Kemampuan dewan pers untuk melakukan verifikasi faktual terhadap perusahaan pers di Indonesia, masih terbatas. 

Karena, dewan pers tak memiliki anggaran dan perangkat kerja. Juga jumlah anggota dewan pers terbatas hanya sembilan orang. Sehingga, anggarannya pun tak memadai jika harus melakukan verifikasi faktual ke daerah-daerah. Disampaikan,  Ketua Komisi Kompetensi, Satgas‎ Anti Kekerasan, Dewan Pers, Drs Kamsul Hasan SH.MH seusai acara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan XIII di Kota Bandung, Rabu (10/5/2017) sore.

“Pada 4 Februari 2017, Dewan Pers mengeluarkan 74 daftar nama perusahaan pers yang sudah terverifikasi faktual,” katanya.

Tambahnya, Akan tetapi, kata dia, undangan dari dewan pers untuk 74 perusahaan pers itu, seolah ditambah-tambahkan atau seakan 74 perusahaan pers itu-lah yang sudah terverifikasi faktual. Padahal, ujar dia, proses verifikasi itu bisa dilakukan sepanjang waktu dan bisa sampai kapan saja. Karena, pertumbuhan perusahaan pers itu sepanjang waktu atau tak ada pembatasan. 

Bisa saja, kata dia, pada tahun 2020 nanti ada perusahaan pers baru dan tetap akan diverifikasi. Menurutnya, yang meresahkan beberapa perusahaan pers itu, terkait isi dalam situs dewan pers. Dalam situs itu, disebutkan bahwa perusahaan pers yang belum terverifikasi itu akan diturunkan, nah  itu yang meresahkan.

“Sampai, ada perusahaan pers di Bandung yang gara-gara itu, kontrak kerja samanya dengan walikota disana, menjadi diputus, karena perusahaan pers-nya dianggap belum terverifikasi,” tuturnya.

Padahal, ujar dia menambahkan, tak demikian atau artinya itu bukan tidak terverifikasi, yang jelasnya belum terverifikasi. Alasan belum terverifikasi, kata dia, karena dewan pers pun memiliki keterbatasan.

“Sekarang, verifikasi akan didistribusikan, untuk media cetak bisa melalui SPS, yang tujuannya agar murah dan mereka memiliki perangkat di daerah,” katanya.yang dilansir dari media online KAPOL.
Hasil verifikasi SPS itu,  kemudian dikirim ke SPS pusat dan kembali dikirm ke dewan pers.

Kemudian, kata dia, bagaimana dengan media online yang sampai sekarang menurut data jumlahnya sudah ada sekira 43 ribu.
Sementara, kata dia, menurut data yang dimiliki ketua dewan pers bahwa dari 43 ribu itu, baru sebanyak 168 media onnline yang sudah lapor dan berbadan hukum.

“Jadi, verifikasi Itu terus berjalan dan dewan pers pun mengambil jalan tengah dan bisa diupload untuk mengetahui statusnya apakah terverifikasi faktual, administrai serta  terdaftar,” katanya.

Menurut dia, tak benar jika media yang belum terverifikasi dan tak mendapatkan perlindungan hukum.
Kunci perlindungan hukum terhadap pers adalah badan hukum, Pasal 9 ayat 2, UU Nomor  40 Tahun 1999 tentang perusahaan pers nasional harus berbadan hukum Indonesia.

Menurut Pasal 9, ayat 2, ditafsir oleh dewan pers melalui SE 01 tahun 2014 tertanggal 16 Januari 2014 yang berlaku efektif per 1 juli 2014, bahwa badan hukum perusahaan media harus berbentuk  PT, yayasan, koperasi atau badan hukum yang ditetapkan pemerintah seperti RRI, TVRI, Antara dan itu pengecualian. 

Sepanjang perusahaan pers itu memenuhi syarat pasal 9 ayat 2 dan atau SE01 2014, maka dia mendapatkan perlindungan hukum dari UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. (KAPOL)

 
Top